BAB I
Apa itu Etika Bisnis
- Etika sebagai praksis berarti : apa yang
dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral.
- Etika
sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai refleksi kita
berpikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
- Etika
adalah cabang filsafat yang mempelajari baik buruknya manusia. Karena itu etika
dalam arti ini disebut juga “filsafat parktis”. Seperti etika terapan pada
umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf makro, meso
dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk
menjalankan kegitan ekonomi dan bisnis.
- Pada taraf
makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai
keseluruhan.
- Pada taraf
meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah etis di bidang organisasi.
Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh,
lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain.
- Pada taraf
mikro, yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau
bisnis. Di sini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan,
bawahan dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
1. Perkembangan etika bisnis
Sepanjang sejarah, kegiatan
perdaganga atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Namun demikian,
jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekkan sekarang,
tidak bisa disangkal juga, di sini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum
pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian besar intensif seperti
sekarang ini.
Etika bisnis dalam arti khusus ini pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lain.
Etika bisnis dalam arti khusus ini pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lain.
2. Profil etika bisnis dewasa ini
Kini etika bisnis sudah
mempunyai status ilmiah yang serius. Ia semakin diterima di antara ilmu-ilmu
yang sudah mapan dan memiliki ciri-ciri yang biasanya menandai sebuah ilmu.
3. Faktor sejarah dan budaya dalam etika bisnis
Jika mempelajari sejarah, dan
khusunya dunia barat, sikap positif ini tidak selamanya menandai pandangan
terhadap bisnis. Sebaliknya, berabad-abad lamanya terdapat tedensi yang cukup
kuat memandang bisnis atau perdagangan sebagai kegiatan yang tidak pantas
dilakukan bagi manusia beradab. Orang seperti pedagang jelas-jelas dicurigakan
kualitas etisnya. Sikap negative ini berlangsung terus sampai zaman modern dan
baru menghilang seluruhnya sekitar waktu industrial.
4. Kritik atas etika bisnis
4.1. Etika bisnis mendiskriminasi
Kritik pertama kali ini lebih
menarik karena sumbernya daripada isinya. Sumbernya adalah Peter Drucker, ahli
ternama dalam bidang teori manajemen. Tuduhan Drucker tidak beralasan.
Sekali-kali tidak benar bahwa etika bisnis memperlakukan bisnis dengan cara
lain ordinary folk (orang biasa). Kritiknya berasal dari salah paham besar
terhadap maksud etika bisnis. Justru karena orang bisnis merupakan ordinary
folk (orang biasa). Justru orang bisnis merupakan ordinary folk, mereka
memerlukan etika. Sebagaimana semua orang lain, para pebisnis merupakan pelaku
moral. Etika bisnis menjadi suatu ilmu dengan identitas tersendiri, bukan
karena norma-norma yang tidak berlaku di bidang lain, melainkan karena aplikasi
norma-norma yang umum atas suatu wilayah kegiatan manusiawi yang minta
perhatian khusus, sebab keadaannya dan masalah-masalahnya mempunyai corak
tersendiri.
4.2. Etika bisnis itu kontradiktif
Kritik lain tidak berasal dari
satu orang, tetapi ditemukan dalam kalangan popular yang cukup luas. Sebenarnya
bukan kritik, melainkan skepsis. Orang-orang ini menilai etika bisnis sebagai
suatu usaha yang naïf.
4.3. Etika bisnis tidak praktis
Tidak ada kritik atas etika
bisnis yang menimbulkan begitu banyak rekasi seperti artikel yang dimuat dalam
Harvard Business Review pada tahun 1993 dengan judul “What’s the matter with
business ethics?”. Pengarangnya adalah Adrew Stark, seorang dosen manajemen di
Universitas Toronto, Kanada. Ia menilai, kesenjangan besar menganga antara
etika bisnis akademis dan para professional di bidang manajemen.
4.4. Etikawan tidak bisa mengambil alih tanggung jawab
Kritikan lain lagi dilontarkan
kepada etika terapan pada umumnya, termasuk juga etika bisnis, di samping etika
biomedis, etika jurnalistik, etika profesi hukum dan lain-lain. Kritisi
meragukan entah etika bisnis memiliki keahlian etis khusus, yang tidak dimiliki
oleh para pebisnis dan manajer itu sendiri. Seluruh kritikan ini juga
berdasarkan salah pahan. Etika bisnis sama sekali tidak bermaksud mengambil
alih tanggung jawab etis pebisnis, para manajer, atau pelaku moral lain di
bidang bisnis. Etika bisnis bisa membantu untuk mengambil keputusan moral yang
dapat dipertanggungjawabkan, tapi tidak berniat mengambil tempat dari para
pelaku moral dalam perusahaan.
BAB
II
Sekilas Teori Etika
Etika bisnis adalah penerapan
prinsip-prinsip etika yang umum pada wilayah pelaku manusia yang khusus, yaitu
kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret etika sering terfokuskan pada
perbuatan. Bisa dikatakan juga bahwa teori etika membantu kita untuk menilai
keputusan etis. Akan tetapi, setiap penguraian macam ini terbentur pada
kesulitan bahwa kenyataanya pada teori etika. Di sini akan dibahas secara
singkat beberapa teori yang dewasa ini paling penting dalam pemikiran moral,
khususnya dalam etika bisnis.
1. Utilitarisme
“Utilitarisme” berasal dari kata
Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut teori ini suatu perbuatan
adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu harus menyangkut bukan saja
satu dua orang melainkan masyarakat sebagai keseluruhan. Dapat dipahami pula
utilarisme sangat menekankan pentingnya konsekuensi perbuatan dalam menilai baik
buruknya suatu perbuatan. Kita dapat menyimpulkan bahwa utilitarisme aturan
membatasi diri dari pada justifikasi aturan-aturan moral. Dengan demikian
mereka memang dapat menghindari kesulitan dari utilitarisme perbuatan.
2. Deontologi
Istilah Deontologi (deontology)
ini berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Maka deontology
melepaskan sama sekali moralitas dari konsekuensi perbuatan. Utilitarisme
mementingkan konsekuensi perbuatan, sedangkan deontology konsekuensi perbuatan
tidak berperan sama sekali.
3. Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Sebetulnya teori hak
merupakan suatu aspek dari teori dentiologi, karena berkaitan dengan kewajiban.
4. Teori keutumaan
Apa yang dimaksud dengan
keutamaan?keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut: diposisi watak yang
telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik
secara moral. Ada banyak keutamaan dan semua keutamaan dan semua keutamaan
untuk setiap orang dan untuk setiap kegiatan. Diantara keutamaan yang harus
menandai pebisnis perorangan bisa disebut: kejujuran, fairness, kepercayaan,
dan keuletan. Kejujuran secara umum diakui sebagai keutamaan pertama dan paling
penting yang harus dimiliki oleh pelaku bisnis. Orang yang mempunyai keutamaan
kejujuran tidak akan berbohong atau menipu dalam transaksi bisnis, bahkan kalau
penipuan sebenarnya gampang. Perlu diakui, tentang keutamaan kejujuran
kadang-kadang ada kesulitan juga. Garis perbatasan antara kejujuran dan
ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik dengan tajam.Keutamaan kedua adalah
fairness. Kata inggris ini sulit diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kerap
kali diberi terjemahan “keadilan” dan memang fairness dekat dengan paham
“keadilan” tapi tidak sama juga. Barangkali terjemahan yang tidak terlalu
meleset adalah: sikap wajar. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa
yang wajar kepada semua orang dengan semeua orang dan dengan “wajar”
dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua orang yang terlibat dalam suatu
transaksi. Kepercayaan (trust) juga adalah keutamaan yang pentng dalam konteks
bisnis. Kepercayaan harus ditempatkan dalam relasi timbale balik. Ada beberapa
cara untuk mengamankan kepercayaan. Salah satu cara ialah member garansi atau
jaminan. Keutamaan keempat adalah keuletan (Solomon menggunakan kata
toughness). Pebisnis harus bertahan dalam banyak situasi yang sulit. Ia harus
sanggup mengadakan negosiasi yang terkadang seru tentang proyek atau transaksi
yang bernilai besar. Ia harus berani juga mengambil risiko kecil ataupun besar,
karena perkembangan banyak faktor tidak bisa diramalkan sebelumnya. Kelompok
keutamaan lain menandai orang bisnis pada taraf perusahaan. Dengan kata lain,
keutamaan-keutamaan ini dimiliki manajer dan karyawan sejauh mereka mewakili
perusahaan. Keempat keutamaan ini adalah: keramahan, loyalitas, kehormatan, dan
rasa malu.
Keutamaan sebenarnya lebih cocok untuk digambarkan secara konkret daripada diuraikan pada taraf teoritis. Dalam filsafat dewasa ini dikenal pendekatan yang sering disebut “naratif”. Artinya, kebenaran filosofis yang mau dibicarakan, tidak diuraikan secara teoretis, melainkan dikisahkan dalam suatu contoh atau kasus konkret. Dibandingkan dengan teori-teori lain, teori keutamaan mempunyai kelebihan lagi, karena memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis yang lebih etis. Teori-teori yang didasarkan atas aturan, pada umumnya cenderung menilai perbuatan-perbuatan dari segi negative, artinya mereka terutama menyoroti yang tidak etis.
Keutamaan sebenarnya lebih cocok untuk digambarkan secara konkret daripada diuraikan pada taraf teoritis. Dalam filsafat dewasa ini dikenal pendekatan yang sering disebut “naratif”. Artinya, kebenaran filosofis yang mau dibicarakan, tidak diuraikan secara teoretis, melainkan dikisahkan dalam suatu contoh atau kasus konkret. Dibandingkan dengan teori-teori lain, teori keutamaan mempunyai kelebihan lagi, karena memungkinkan untuk mengembangkan penilaian etis yang lebih etis. Teori-teori yang didasarkan atas aturan, pada umumnya cenderung menilai perbuatan-perbuatan dari segi negative, artinya mereka terutama menyoroti yang tidak etis.
BAB
III
Liberalisme dan Sosialisme sebagai Perjuangan Moral
1.
Tinjuan historis
1.1. John Locke dan milik pribadi John Locke (1623-1704), seorang filsuf inggris yang banyak mendalami masalah- masalah social politik, secara umum diakui sebagai orang yang pertama kali mendasarkan teori liberalisme tentang milik. Menurut Locke, manusia mempunyai tiga “hak kodrat: (natural right): “life, freedom, and property”. Yang penting adalaha hak atas milik karena keidupan dan kebebasan kita miliki juga. Jadi, hak atas milik menyedia pola untuk memahami kedua hak lain juga. Argumentasinya mempengaruhi secara mendalam pemikiran tentang milik di kemudian hari.
Dalam pandangan Locke ini, sudah tampak beberapa cirri kapitalisme liberal yang dengan tegas akan ditolak oleh Karl Marx. Pertama, Locke mengandaikan begitu saja bahwa pekerjaan pun harus diukur atas dasar nilai tukarnya, artinya sebagai komoditas pasaran. Kedua, Locke mengandaikan juga bahwa hasil kerja karyawan menjadi milik sah dari pemilik tanah atau pemilik sarana produksi.
1.2. Adam Smith dan pasar bebas : Tokoh lain yang pantas dibahas dalam rangka liberalism adalah orang Skotlandia, Adam Smith (1723-1790). Adam Smith menjadi terkenal karena dengan gigih membela pasar brbas di bidang ekonomi. Adam Smith tentu bukan filsuf pertama yang membedakan antara kepentingan-diri dan egoisme, tapi ia melihat pentingnya khusus untuk relasi-relasi ekonomis. Kepentingan diri merupakan motIvasi utama yang mendorong kita untuk mengadakan kegiatan ekonomis.
Kegiatan ekonomis di pasar bukan saja menguntungkan bagi pihak-pihak yang langsung terlibat di dalamnya, tetapi bermanfaat juga untuk masyarakat sebagai keseluruhan. Smith menekankan bahwa dengan mengejar kepentingan diri masing-masing dalam sistem pasar para anggota masyarakat mewujudkan kesejahteraan umum yang paling besar.
1.3. Marxisme dan kritiknya atas milik pribadi : Yang dimaksud dengan marxisme adalah pemikiran Karl Marx (1818-1882) bersama dengan teman seperjuangannya, Friedrich Engels (1820-1895). Marxisme adalah ajaran social-ekonomis-politik yang sangat kompleks dan tidak mudah untuk disingkatkan tanpa mengorbankan cukup banyak unsure yang sebenarnya hakiki juga. Bisa dikatakan juga marxisme menolak pemilikan pribadi atas capital atau modal, sebab yang memiliki capital dengan sendirinya memilki juga sarana-sarana produksi. Ciri kapitalisme yang jelek adalah bahwa mereka memperkerjakan orang lain untuk memperkaya diri sendiri. Menurut Marxisme, lembaga pribadi pada dasarnya merupakan penindasan atau eksploitasi kaum pekerja. Di sini dengan jelas tampak inspirasi etis dari marxisme. Tujuannya bukan menghapus milik pribadi begitu saja, melainkan secara radikal menentang penindasan atau eksploitasi yang berasal dari pemilikan eksklusif atas sarana-sarana produksi. Menurut mereka, cara pemilikan itu harus diganti dengan sistem milik kolektif.
·
Etika pasar bebas
Pandangan Gauthier yang pernah
mengemukakan pendapat bahwa pasar tidak membutuhkan moralitas. Pasar sempurna
dimaksudkan pasar di mana kompetisi berjalan dengan sempurna. Pada kenyataanya,
proses-proses di pasaran selalu disertai macam-macam kegagalan dan kekurangan.
Namun demikian, sistem pasar bebas yang bisa dijalankan sekarang tetap
merupakan sistem ekonomi yang paling unggul. Pentingnya etika dalam semuanya
ini terutama tampak dari dua segi. Pertama dari segi keadilan social, supaya
kepada semua peserta dalam kompetisi di pasar diberikan kesempatan yang sama.
Kedua, dalam konteks pasar bebas etika sangat dibutuhkan sebagai jaminan agar
kompetisi berjalan dengan baik dari sudut moral. Semua peserta dalam pasar
bebas harus berlaku dengan fair.
BAB IV
KESIMPULAN
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegitan ekonomi dan bisnis.
Seperti etika terapan pada umumnya, etika bisnis pun dapat dijalankan pada tiga taraf : taraf makro, meso dan mikro. Tiga taraf ini berkaitan dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegitan ekonomi dan bisnis.
- Pada taraf
makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem ekonomi sebagai
keseluruhan.
- Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah etis di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain.
- Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis menyelidiki masalah etis di bidang organisasi. Organisasi di sini terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen, perhimpunan profesi dan lain-lain.
- Pada taraf
mikro, yang difokuskan adalah individu dalam hubungan dengan ekonomi atau
bisnis. Di sini dipelajari tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan
dan manajer, produsen dan konsumen, pemasok dan investor.
Jadi Etika
Bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada wilayah pelaku
manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret etika
sering terfokuskan pada perbuatan. Bisa dikatakan juga bahwa teori etika
membantu kita untuk menilai keputusan etis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar