BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini ada saja
para produsen yang tidak mementingkan kesehatan dan keselamatan konsumennya
karena sering kita jumpai pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pihak
produsen kepada pihak konsumen. Beberapa conohnya seperti, masih banyak
ditemukan makanan danminuman kadaluarsa yang terdapat
dalam parcel-parcel. Produk susu China yangmengandung
melamin juga sempat menggemparkan masyarakat Indonesia danChina. Zat
melamin memang akan meningkatkan kandungan protein jikadicampurkan dengan
susu, namun hal ini tidak menguntungkan konsumen tapi malah merugikan
produsen karena banyak bayi yang mengalami penyakit – penyakit sepertigagal
ginjal, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meniggal dunia
setelahmengkonsumsi susu yang mengandung zat melamin ini.
Dari kedua contoh diatas kita dapat mengetahui
bahwa konsumen lah yangmenjadi pihak yang dirugikan. Hal tersebut
disebabkan mingkin karena kurangnya pengawasan dari pihak pemerintah ,
polisi dan dinas-dinas terkait setempat. Eksistensikonsumen tidak sepenuhnya
dihargai oleh pihak produsen karena tujuan utama dari produsen adalah
memperoleh untung sebanyak-banyaknya dalam jangka pendek bukan
jangka panjang.Oleh karena itu saya menyusun makalah ini yang berisi tentang
eksistensi hukum perlindungan konsumen dalam dunia usaha.
Sebelumnya telah disebutkan bahwa
tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi
menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih
lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
- Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri
- Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
- Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
- Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi
- Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut
dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK
adalah:
- Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya. - Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang. - Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi. - Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan. - Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
- hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
- hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
- hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
- beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
- memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
- memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
- menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
- memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
- memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Klausula baku adalah setiap syarat dan
ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak
oleh pengusaha yang dituangkan dalam suatu dokumen atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Di dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, pelaku
usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian,
antara lain :
1.
Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha ;
2. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen ;
3. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak
menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan atau jasa yang
dibeli konsumen ;
4. Menyatakan pemberian kuasa dari
konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk
melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli
konsumen secara angsurang ;
5. Menyatakan tunduknya konsumen kepada
peraturan yang berupa aturan baru, tambahan, lanjutan dan atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan
jasa yang dibelinya ;
Setiap pelaku
usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai
akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam
memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang
dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau
melakukan perbuatan melawan hukum.
Di dalam
undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam
pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang
dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan,
pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen. Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21
mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi
jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa
pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana
sebagaimana telah diatur dalam pasal 19 Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang
membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita
konsumen, apabila :
1. barang
tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk
diedarkan ;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
2. cacat barabg timbul pada kemudian hari;
3. cacat timul
akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang ;
4. kelalaian yang diakibatkan
oleh konsumen ;
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu yang diperjanjikan.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar