Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI)
Kabupaten Garut, menilai rencana pemerintah menaikkan harga BBM dan TDL (Tarif
Dasar Listrik) yang akan berlaku efektif mulai 1 April 2012, kebijakan salah
kaprah. “Kebijakan itu hanya dilakukan
berdasarkan kajian APBN, tak berdasarkan kajian sosial ekonomi masyarakat di
lapangan,” kata Sekjen APPSI, Yudi Setia Kurniawan,
kelompok masyarakat yang paling awal terkena
imbas dari rencana itu adalah para pedagang pasar tradisional yang notabene
merupakan para pedagang lemah dari sisi permodalan. Meski kenaikan harga BBM
belum diberlakukan, akan tetapi harga-harga yang dijual oleh para pedagang
telah naik terlebih dahulu. “Sehingga para pedagang terpaksa harus menambah
modal agar tetap bisa membeli barang dagangan,” jelasnya seraya menambahkan,
kenaikan yang sekarang terjadi dalam beberapa komoditas telah terjadi hampir
tiga pekan. Selain itu, lanjutnya, akibat kenaikan tersebut terjadi gejala keterkejutan
pasar yang mengakibatkan omzet jualan menurun drastis. “Banyak warga yang
dikagetkan dengan kenaikan harga-harga, sehingga mereka mengurungkan niatnya
untuk membeli. Ini pukulan berat bagi pedagang,” jelasnya. Oleh karena itu,
dalam suratnya ke DPR RI, pihak APPSI meminta agar DPR tidak menyetujui rencana
kenaikan harga BBM yang diusulkan oleh pemerintah.
“Kami telah melayangkan surat ke DPR RI agar mereka tak menyetujui rencana kenaikan BBM,” jelasnya. Sementara itu dari data yang masuk ke APPSI dari sejumlah pasar di Kabupaten Garut, kenaikan harga terjadi untuk semua jenis dagangan. “Dalam dua pekan ini kami terus-terusan memantau kondisi harga-harga barang di pasar tradisional yang ada di Kabupaten Garut,” jelasnya. Untuk komoditas sayuran misalnya, cabai merah gepeng Rp 31.000 per kg, padahal asalnya antara Rp 29.000 hingga Rp 30.000. Kemudian beras IR-64 kualitas 1, Rp 8.600 per kg, padahal asalnya antara Rp 8.400 hingga Rp 8.500 per kg. Beras IR-64 kualitas 2 Rp 8.100 per kg, padahal asalnya Rp 7.900 hingga Rp 8.000 per kg. “Setiap komoditas terjadi kenaikan antara Rp 100 hingga Rp 300 akibat rencana kenaikan BBM tersebut
Sementara itu dari pantauan “Kabar Priangan” di sejumlah pasar di Garut Utara, misalnya di Pasar Cibatu, Limbangan, Malangbong, dan Lewo, kenaikan paling tajam akibat rencana kenaikan harga BBM terjadi pada beras dan daging ayam ras.
“Kami telah melayangkan surat ke DPR RI agar mereka tak menyetujui rencana kenaikan BBM,” jelasnya. Sementara itu dari data yang masuk ke APPSI dari sejumlah pasar di Kabupaten Garut, kenaikan harga terjadi untuk semua jenis dagangan. “Dalam dua pekan ini kami terus-terusan memantau kondisi harga-harga barang di pasar tradisional yang ada di Kabupaten Garut,” jelasnya. Untuk komoditas sayuran misalnya, cabai merah gepeng Rp 31.000 per kg, padahal asalnya antara Rp 29.000 hingga Rp 30.000. Kemudian beras IR-64 kualitas 1, Rp 8.600 per kg, padahal asalnya antara Rp 8.400 hingga Rp 8.500 per kg. Beras IR-64 kualitas 2 Rp 8.100 per kg, padahal asalnya Rp 7.900 hingga Rp 8.000 per kg. “Setiap komoditas terjadi kenaikan antara Rp 100 hingga Rp 300 akibat rencana kenaikan BBM tersebut
Sementara itu dari pantauan “Kabar Priangan” di sejumlah pasar di Garut Utara, misalnya di Pasar Cibatu, Limbangan, Malangbong, dan Lewo, kenaikan paling tajam akibat rencana kenaikan harga BBM terjadi pada beras dan daging ayam ras.
Berbeda dengan data APPSI, ternyata harga ayam
ras di lapangan lebih mahal lagi, menyentuh Rp 26.000 per kg. Padahal
sebelumnya hanya Rp 22.000 per kg. Kemudian untuk beras kualitas 1 menyentuh
harga Rp 9.500 per kg, padahal asalnya Rp 9.000.
salah seorang pedagang ayam ras di Pasar
Limbangan, menuturkan, harga dari bandar sudah dua pekan lalu naik, sehingga ia
pun terpaksa menaikkan harga jual ke konsumen. “Nya seueur nu kaget atuh Pa,
teu gugur teu angin harga daging hayam jol naek. Tungtungna nya teu pajeng
yeuh,” jelasnya sambil menunjuk ayam dagangannya yang memang masih banyak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar