Lebih
ironis lagi, Indonesia selalu dijadikan sasaran tembak bagi pasar
produk halal dunia. Tidak dipungkiri, karena memang Indonesia memiliki
jumlah penduduk mayoritas muslim terbesar. Sehingga dalam berbagai
forum, sering Indonesia di sebut sebagai “The Largest Market” pasar
terbesar. Banggakah kita selalu disebut sebagai pasar terbesar? Itu
artinya bahwa kita selalu mengkonsumsi, mengeluarkan pengeluaran dan
jarang menghasilkan. Apalagi Indonesia sudah mulai besar pasak daripada
tiang. Menurut Direktur Eksekutif Aspidi (Asosiasi Pengusaha Importir
daging Indonesia) (24 Juli 2010), Indonesia merupakan pangsa pasar
potensial bagi impor produk daging halal. Pasalnya lebih lanjut
menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas
muslim terbesar di dunia. Tetapi pasokan daging dari industri
peternakan dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging
nasional. Nah, jika Indonesia tidak segera berubah, meningkatkan
kemampuanya bertransformasi ke arah produsen produk halal, jelas
Indonesia akan sangat berat bersaing dengan negara lain dalam
pengembangan Industri halalnya. Indonesia akan kalah bersaing dengan
negara tetangga seperti Malaysia yang sudah mencitrakan dirinya menjadi
halal hub produk halal dunia. Bahkan Indonesia akan kalah
bersaing dengan negara yang minoritasnya muslim seperti Amerika
serikat, Australia, kanada, selandia baru, Irlandia ataupun Brasil yang
akan mengekspor daging halalnya ke Indonesia karena beberapa lembaganya
sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.
Apakah Indonesia tidak mampu? Tentu mampu. Tetapi butuh komitmen dari
berbagai pihak dalam pengembangan Industri halal ini. Indonesia sendiri
dengan penduduk muslimnya yang cukup besar yakni sekitar 195,272 juta
jiwa pada tahun 2009 atau sekitar 88% populasi penduduk, serta
melimpahnya potensi sumber daya manusia yang memiliki kredibilitas dan
diakui dunia internasional, dengan kapasitas pakar sains dan teknologi,
serta para ulama yang mumpuni, pasti mampu untuk mewujudkan iklim
industri halal yang menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi Indonesia,
bahkan bukan hanya mampu swasembada produk halal, namun juga
mengekspornya ke negara lain. Indonesia cukup memiliki perangkat
memadai seperti MUI (majlis ulama’ Indonesia), LPPOM MUI (lembaga
pengkajian pangan, obat-obatan dan makanan MUI) serta BPOM (Badan
pengawas obat dan makanan) yang didukung oleh potensi melimpahnya
sumberdaya alam merupakan modal besar yang perlu dioptimalkan agar
Indonesia tidak hanya jadi penonton, penikmat tapi juga pemain.
Potensi besar tersebut tidak akan tergali secara optimal, jika berbagai
pihak tidak menyamakan persepsi dan menyatukan kekuatan sebagai bagian
dari upaya pengembangan industri halal tersebut. Dalam hal ini semuanya
harus menyatukan kekuatan, bersinergi baik itu pemerintah sebagai
pembuat regulasi, ulama’ sebagai motor penggerak produk halal, pebisnis
sebagai penyedia produk halal serta konsumen yang memiliki kesadaran
untuk mengkonsumsi produk halal. Sehingga perlu dilakukan edukasi
menyeluruh untuk memahamkan konsep halal, proses produksi halal dan
pengolahannya serta pola konsumsi, karena Halal jauh sebelum
industri ini berkembang sudah menjadi kewajiban muslim untuk
memperhatikannya sebagai bagian dari agama mereka, sehingga inti dari
penyediaan produk halal juga bukan semata bisnis tapi yang
lebih penting lagi adalah upaya menciptakan ketentraman umat dalam
berkonsumsi, dan jika timbul multiple effect dari industri
sebagai bagian dari potensi besar dalam bisnis, maka itu merupakan
bagian dari keberkahan dan karunia yang Allah berikan untuk kemakmuran
manusia, tentunya bagi yang mau berfikir. Semoga dengan diadakanya
perhelatan akbar The 1st IHBF 2010 (Indonesia International Halal
Business and Food Expo 2010) yang diselenggarakan tanggal 23-25 Juli
2010 di Jakarta semakin mengukuhkan Indonesia sebagai produsen produk
halal, bukan hanya sekedar konsumen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar