Selasa, 01 Mei 2012

merekomendasi halal dari aspek ekonomi

kata halal menjadi suatu hal yang patut diperhatikan dalam industri yang mencakup berbagai bidang makanan, minuman, obat-obatan serta kosmetika. Ia merupakan komponen inti menyangkut bahan baku, proses produksi, proses pengadaan dan packaging sebuah produk. Halal menjadi potensi, peluang sekaligus tantangan bagi kalangan pebisnis untuk meningkatkan kualitas produknya dengan berbasis pada kehalalan sebuah produk. Tak dapat dipungkiri bahwa ada berbagai aspek dalam perilaku konsumen yang mempengaruhi perilaku pembelian. Nah, Bagi umat Islam aspek Halal memiliki pengaruh besar bagi pengambilan keputusan pembelian dan perilaku pembelian. Ia bukan hanya sekedar symbol agama dan bersifat normative, namun saat ini halal sudah menjadi symbol bagi jaminan kualitas, keamanan dan higienitas.

Lebih ironis lagi, Indonesia selalu dijadikan sasaran tembak bagi pasar produk halal dunia. Tidak dipungkiri, karena memang Indonesia memiliki jumlah penduduk mayoritas muslim terbesar. Sehingga dalam berbagai forum, sering Indonesia di sebut sebagai “The Largest Market” pasar terbesar. Banggakah kita selalu disebut sebagai pasar terbesar? Itu artinya bahwa kita selalu mengkonsumsi, mengeluarkan pengeluaran dan jarang menghasilkan. Apalagi Indonesia sudah mulai besar pasak daripada tiang. Menurut Direktur Eksekutif Aspidi (Asosiasi Pengusaha Importir daging Indonesia) (24 Juli 2010), Indonesia merupakan pangsa pasar potensial bagi impor produk daging halal. Pasalnya lebih lanjut menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Tetapi pasokan daging dari industri peternakan dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi daging nasional. Nah, jika Indonesia tidak segera berubah, meningkatkan kemampuanya bertransformasi ke arah produsen produk halal, jelas Indonesia akan sangat berat bersaing dengan negara lain dalam pengembangan Industri halalnya. Indonesia akan kalah bersaing dengan negara tetangga seperti Malaysia yang sudah mencitrakan dirinya menjadi halal hub produk halal dunia. Bahkan Indonesia akan kalah bersaing dengan negara yang minoritasnya muslim seperti Amerika serikat, Australia, kanada, selandia baru, Irlandia ataupun Brasil yang akan mengekspor daging halalnya ke Indonesia karena beberapa lembaganya sudah mendapatkan sertifikasi halal dari MUI.

      Apakah Indonesia tidak mampu? Tentu mampu. Tetapi butuh komitmen dari berbagai pihak dalam pengembangan Industri halal ini. Indonesia sendiri dengan penduduk muslimnya yang cukup besar yakni sekitar 195,272 juta jiwa pada tahun 2009 atau sekitar 88% populasi penduduk, serta melimpahnya potensi sumber daya manusia yang memiliki kredibilitas dan diakui dunia internasional, dengan kapasitas pakar sains dan teknologi, serta para ulama yang mumpuni, pasti mampu untuk mewujudkan iklim industri halal yang menjadi bagian dari pertumbuhan ekonomi Indonesia, bahkan bukan hanya mampu swasembada produk halal, namun juga mengekspornya ke negara lain. Indonesia cukup memiliki perangkat memadai seperti MUI (majlis ulama’ Indonesia), LPPOM MUI (lembaga pengkajian pangan, obat-obatan dan makanan MUI) serta BPOM (Badan pengawas obat dan makanan) yang didukung oleh potensi melimpahnya sumberdaya alam merupakan modal besar yang perlu dioptimalkan agar Indonesia tidak hanya jadi penonton, penikmat tapi juga pemain.

      Potensi besar tersebut tidak akan tergali secara optimal, jika berbagai pihak tidak menyamakan persepsi dan menyatukan kekuatan sebagai bagian dari upaya pengembangan industri halal tersebut. Dalam hal ini semuanya harus menyatukan kekuatan, bersinergi baik itu pemerintah sebagai pembuat regulasi, ulama’ sebagai motor penggerak produk halal, pebisnis sebagai penyedia produk halal serta konsumen yang memiliki kesadaran untuk mengkonsumsi produk halal. Sehingga perlu dilakukan edukasi menyeluruh untuk memahamkan konsep halal, proses produksi halal dan pengolahannya serta pola konsumsi, karena Halal jauh sebelum industri ini berkembang sudah menjadi kewajiban muslim untuk memperhatikannya sebagai bagian dari agama mereka, sehingga inti dari penyediaan produk halal juga bukan semata bisnis tapi yang lebih penting lagi adalah upaya menciptakan ketentraman umat dalam berkonsumsi, dan jika timbul multiple effect dari industri sebagai bagian dari potensi besar dalam bisnis, maka itu merupakan bagian dari keberkahan dan karunia yang Allah berikan untuk kemakmuran manusia, tentunya bagi yang mau berfikir. Semoga dengan diadakanya perhelatan akbar The 1st IHBF 2010 (Indonesia International Halal Business and Food Expo 2010) yang diselenggarakan tanggal 23-25 Juli 2010 di Jakarta semakin mengukuhkan Indonesia sebagai produsen produk halal, bukan hanya sekedar konsumen.


Tidak ada komentar: