Minggu, 06 Mei 2012

ANALISIS EKONOMI ( bbm, ekspektasi inflasi, & kesejahteraan petani ) menurut burfanul arifin


Keputusan politik yang diambil pada Jumat dini hari itu akhirnya memberikan diskresi kepada pemerintah untuk menyesuaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi apabila harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia crude oil price/ICP) mengalami perubahan lebih dari 15 persen dalam kurun waktu enam bulan. Dengan posisi harga ICP yang telah melampaui 120 dollar AS per barrel, pemerintah mungkin akan menaikkan harga BBM menjadi Rp 6.000 per liter pada Oktober 2012 jika harga ICP tetap bertahan tinggi.
Di satu sisi, masyarakat mungkin dapat terhibur dengan keputusan politik tersebut walaupun harga kebutuhan pokok sudah berangsur naik. Namun, di sisi lain keputusan yang sebenarnya meningkatkan ekspektasi inflasi (expected inflation) justru dapat memicu inflasi yang sebenarnya. Banyak analis memperkirakan laju inflasi bulan Maret akan berada di atas 0,1 persen walaupun musim panen padi telah dimulai. Laju inflasi tahunan 2012 ini akan berada di atas 5 persen, apalagi jika harga BBM kelak jadi dinaikkan.
Telah banyak bukti teoretis dan empiris bahwa ekspektasi yang lebih tinggi akan memengaruhi tingkah laku ekonomi yang menimbulkan tambahan-tambahan biaya baru. Dengan perkiraan inflasi naik, yang juga berarti menurunnya daya beli, masyarakat cenderung menanamkan modal pada investasi jangka panjang, seperti tanah dan properti. Perkiraan inflasi ini pun akan memperumit pengendalian harga, terutama pangan pokok, karena psikologi pasar sudah telanjur memiliki gambaran tidak stabil atau negatif.
Pengalaman empiris pada 2011 juga menunjukkan bahwa harga pangan dan kebutuhan pokok lain melonjak tinggi pada Juni-Agustus, terutama karena ekspektasi inflasi menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri. Sepanjang Juli 2011 itu, harga beras kualitas murah sampai sedang telah naik melampaui 10 persen karena ekspektasi pedagang dan konsumen terhadap kenaikan harga yang akan terjadi. Pada 2012 ini, laju inflasi diperkirakan naik juga pada rentang musim kemarau tersebut karena panen padi telah selesai. Hanya sejumlah kecil petani yang mampu melakukan penyimpanan untuk keperluan pada musim paceklik.
Pada Senin ini, Badan Pusat Statistik akan mengumumkan laju inflasi bulan Februari, angka ramalan pertama produksi padi tahun 2012, dan beberapa statistik penting lainnya. Sekitar 65 persen dari produksi padi di Indonesia dihasilkan pada periode panen raya Maret-April ini dan 35 persen sisanya pada panen gadu September-Oktober. Apabila produksi gabah kering giling mampu lebih tinggi dari 65 juta ton, akan tebersit harapan baru untuk mencapai target ambisius surplus beras 10 juta ton. Demikian pula sebaliknya, apabila panen raya sekarang ini tidak menunjukkan kinerja yang spektakuler, harapan untuk meningkatkan kesejahteraan petani tampak masih jauh dari kenyataan
analasis dari saya  bank sentral telah melakukan pengitungan dari rencana kenaikan BBM yang sedianya dilakukan pemerintah  pada 1 April lalu. Sesuai masing-masing skenario yang dipunyai pemerintah, tingkat inflasi 2012 bisa mencapai 6,8% atau 7,1%. “Kita sudah gambarkan kalau tidak ada kenaikan BBM, inflasi itu 4,4%. Apabila ada perubahan kebijakan mengenai harga BBM, maka inflasi akan bertambah 2,4% kalau BBM naik Rp1.500, dan bertambah 2,7% kalau subsidi dibatasi hanya Rp2.000 per liter. Namun, lanjutnya, pada kenyataan dengan adanya ekspektasi inflasi yang kadung terjadi akibat rencana kenaikan BBM, ini masih akan terjadi ke depan bila tidak jelas kapan kenaikan tersebut terjadi. “Jadi, ekspektasinya akan tergantung harga naik, kapan naiknya. Kalau naiknya Juni, itu kita lihat ekspektasinya. Nah, tiap bulan itu lain lagi. Sebenarnya kita prediksi tanpa kenaikan BBM dan adanya ekspektasi inflasi yang ditimbulkan, inflasi tahun ini bisa 4,3%,

http://nasional.kompas.com/read/2012/04/02/03422023/BBM.Ekspektasi.Inflasi.dan.Kesejahteraan.Petani


Tidak ada komentar: